TUGAS ILMU KESEHATAN ANAK
KONSEP DASAR
HEMOFILIA
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Norlena
HD., S.ST., M.Pd
Oleh :
§ Rini Wahyuni PO7124111078
§ Rini Widya Astuti PO7124111079
KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK
KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN
DIII KEBIDANAN
TAHUN
2011/2012
KONSEP DASAR
Hemophilia
A.
Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri
dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang
berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia merupakan penyakit gangguan
koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan terjadi
pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadi defisiensi
atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B).
Jadi, Hemofilia adalah suatu kelainan herediter (keturunan)
dengan tidak adanya mekanisme pembekuan darah, sehingga pasien dapat mengalami
perdarahan yang parah sesudah luka yang sangat kecil. Kelainan ini diturunkan
melalui wanita,
yang merupakan pembawa, kepada keturunan pria berikutnya, yang merupakan penderita hemofilia.
(Pearce, Evelyn C. 2009).
Perbedaan Proses Pembekuan Darah antara Orang Normal
dengan Penderita Hemofilia
a. Proses
Pembekuan Darah pada Orang Normal
1) Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi
luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh),
lalu darah keluar dari pembuluh.
2) Pembuluh darah mengerut/mengecil.
3) Keping darah (trombosit) akan
menutup luka pada pembuluh.
4) Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja
membuat anyaman (benang-benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah
berhenti mengalir keluar pembuluh.
b. Proses
Pembekuan Darah pada Penderita Hemofilia
1) Ketika mengalami perdarahan berarti
terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh
tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2) Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
3) Keping darah (trombosit) akan
menutup luka pada pembuluh.
4) Kekurangan jumlah factor pembeku
darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna,
sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
B. Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu
gen yang bertanggung jawab terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII atau
XI. Gen tersebut berlokasi di kromosom X. Laki-laki yang memiliki kelainan
genetika di kromosom X-nya akan menderita hemofilia. Perempuan harus memiliki
kelainan genetika di kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat
jarang). Wanita menjadi karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika pada
salah satu kromosom X, yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya.
C.
Patofisiologi
Hemophilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah
congenital karena anak kekurangan factor pembekuan VIII (hemophilia A) atau
factor IX (hemophilia B atau penyakit cristmas). Penyakit congenital ini
diturunkan oleh gen resesif terkait –X dari pihak ibu. Factor VIII dan factor
IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk
pembekuan darah; factor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan
fibrin pada tempat cedera vascular. Hemophilia berat terjadi bila konsentrasi
factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemophilia sedang terjadi bila
konsentrasi plasma antara !% dan 5%. Pada hemophilia ringan (perdarahan hebat
terjadi hanya setelah terjadi trauma
mayor dan pembedahan), konsentrasi plasma antara 6% dan 50% dari kadar normal.
Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan keparahan defisiensi factor VIII dan IX. Hemophilia
berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma
yang relative ringan (20 sampai 30 episode pertahun). Tempat perdarahan paling
sering adalah pada persendian, otot, dan jaringan lunak. Sendi yang paling
sering terkena adalah lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan panggul otot yang
paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan
iliopsoas. Perdarahan pada sendi atau otot dapat mengakibatkan nyeri,
keterbatasan mobilitas, perlunya terapi fisik berkelanjutan, dan beberapa
derajat gangguan fungsi. Episode perdarahan yang mengancam hidup dapat terjadi
pada otak, saluran gastrointestinal, dan leher serta tenggorokan. Karena
kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper semua pasien hemofilia diperkirakan
dapat hidup normal. Data permulaan dari terapi gen eksperimental telah memberi
harapan.
D.
Insidens
1. Insidens
hemofhilia adalah 1 per 7.500 kelahiran
bayi laki laki.
2. Insidens
hemophilia A adalah 20,6 dalam 100.000.
3. Insidens
hemophilia B adalah 5,3 dalam 100.000.
4. 25.000
laki-laki menderita hemophilia berat.
5. Riwayat
keluarga dari dua per tiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaan
resesif terkait-X.
6. Sekitar
30% kasus merupakan hasil mutasi baru.
7. Perdarahan
system saraf pusat terjadi pada 3% anak-anak yang menderita hemophilia.
8. Perdarahan
spontan dan pendarahan intracranial pascatrauma berhubungan dengan 34% angka
mortalis dan 50% angka morbiditas jangka panjang.
9. Sepuluh
persen individu dengen hemophilia A dan hemophilia B membentuk antibody IgG
yang menghambat aktivitas factor VII dan IX.
10. Hemofilia
merupakan satu dari delapan penyakit termahal untuk diobati.
11. Delapan
puluh persen individu dengan hemophilia di Negara berkembang tidak mendapatkan
pengobatan.
12. Berdasarkan data terakhir dari Yayasan Hemofilia Indonesia (HMHI)
Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah teregistrasi sampai Juli 2005
sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari 30 provinsi, berarti
ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan adanya penderita
hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai
217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi
hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil
dibandingkan prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita
hemofilia ± 21.000 orang.
E.
Manifestasi
klinis
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering
dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau
akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar
merangkak. Manifestasi klinik tersebut tergantung pada beratnya hemofilia
(aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu
berupa hemartrosis, hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut,
perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai
perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi
berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu,
pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis
dibandingkan dengan sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan
berputar dan menyudut pada saat gerakan voluntar maupun involunter, sedangkan
sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar,
khususnya pada otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan
lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata,
sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat
terjadi spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan
retrofaringeal yang membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan.
Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal
tetapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut
selama beberapa jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan
luka yang buruk.
Ø Masa bayi (untuk
diagnosis )
1. perdarahan
berkepanjangan setelah sirkumsisi
2. ekomosis
subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3 sampai 4 bulan )
3. hematoma
besar setelah infeksi
4. perdarahan
dari mukosa mulut
5. perdarahan
jaringan lunak
Ø Episode perdarahan
(sepanjang rentang hidup)
1. Gejala
awal-nyeri
2. Setelah
nyeri –bengkak,hangat,dan penurunan mobilitas
Ø Sekuele jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan
kompresi saraf dan fibrosis otot.
F.
Uji
laboratorium dan diagnostic
1. Uji
penapisan/ skrining untuk koagulasi darah
a. Hitung
trombosit ̶̶ normal pada hemophilia ringan sampai sedang
b. Masa
protrombin (PT) ̶ normal pada hemophilia
ringan sampai sedang
c. Masa
tromboplastin parsial (PT) ̶ normal pada
hemophilia ringan sampai sedang;memanjang pada pengukuran hemophilia cukup
berat secara adekuat dalam aliran koagulasi intrinsic.
d. Masa
perdarahan ̶ normal pada hemophilia
ringan sampai sedang; mangkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler.
e. Analisis
fungsional terhadap factor VIII dan IX ̶
memastikan diagnosis.
f. Masa
pembekuan thrombin normal pada hemophilia ringan sampai sedang.
2. Biopsi
hati (kadang-kadang) ̶ digunakan untuk
memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur
3. Uji
fungsi hati (kadang-kadang) ̶ digunakan
untuk nendeteksi adanya penyakit hati (mis.,serum glutamic-pyruvic transaminase
[SGPT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], alkalin
fosfatasebilirubin)
Diagnosis hemofilia dibuat
berdasarkan riwayat keluarga, riwayat perdarahan, gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Hemofilia dicurigai pada pasien dengan adanya riwayat
:
- Mudah
berdarah pada usia kanak-kanak awal
- Perdarahan
spontan (umumnya pada sendi-sendi dan jaringan lunak)
- Perdarahan
masif setelah trauma atau tindakan bedah
G. Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas
faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat
terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak
berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup
kuat; sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien
menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan
jatuh terbentur (sendi lutut, siku, dll).
1. Hemofilia
klasik/A (faktor VIII : C)
Hemofilia
A; yang dikenal juga dengan nama :
• Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang
paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Sekitar 80% kasus
hemofilia adalah hemofilia A.
• Hemofilia kekurangan Faktor VIII; terjadi karena
kekurangan faktor 8 (Faktor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah
pada proses pembekuan darah.
Ø Gejala Klinik
Perdarahan-perdarahan spontan seperti
hemartros, hematoma pda otot dan jaringan subcutan, hematuria. Perdarahan yang
lama berhenti pada luka, kulit atau selaput lendir dan luka operasi (sunat,
ekstraksi gigig dan lain-lain). Epitaxis dan perdarahan gastrointestinal adalah
jarang. Perdarahan dalam jaringan otak walaupun jarang sering kali menyebabkan
kematian. Perdarahan di kerongkongan, daerah sublingual dan mediastinum dapat
menyebabkan kematian karena asfiksia. Beratnya perdarahan berhubungan terbalik
dengan kadar faktor VIII dalam plasma.
Ø Diagnosis Klinik
Gejala-gejala perdarahan yang berat atau
sedang seperti tersebut di atas dapat dengan mudah mengarahkan pikiran ke
diagnosa hemofilia. Bila gejala-gejala perdarahan hanya minimal dan jarang maka
seringkali penentuan diagnosa hemofilia terlambat dipikirkan.
Ø Pengobatan
Penanggulangan
defisiensi faktor VIII : C
·
Kriopresipitat
·
Faktor VIII konsentrat
(komersial). Waktu paro faktor VIII adalah 10-12 jam
·
Plasma
·
Darah lengkap (whole
blood), bila tidak ada pilihan lain.
Pedoman
pemberian jumlah faktor VIII
Beratnya penyakit
|
Unit (U) yang diperlukan per kg berat badan (BB)
|
Pemberian
|
Ringan (5-25%)
atau
Sub-hemofilia 25-50% perdarahan spontan
|
10 U
|
Dosis tunggal
|
Sedang (1-5%)
Hemartos ada trauma
|
20-25 U
|
Bila perlu diulang 12-14 jam kemudian
|
Berat (<1%)
Perdarahan besar
|
40-50 U
|
Tiap 12 jam hingga perdarahan berhenti atau luka sembuh
|
Di Medan sejak beberapa tahun telah
digunakan kriopresipitat buatan sendiri, sekitar 112 unit per bag. Faktor VIII
konsentrat, komersial (KOATE buatan CUTTER) berisi 250 U/vial 10 ml.
Ø Pengobatan profilaktik
Kadang-kadang diberikan untuk jangka
pendek pada kasus-kasus dengan resiko tinggi disertai perdarahan spontan yang
sering berulang-ulang untuk menghentikan siklus perdarahan. Dalam hal ini
diberikan 50 U/kg berat badan tiap 2 hari.
Ø Pengobatan di rumah
Di negara industri maju pemberian faktor
VIII : C dapat dilakukan sendiri di rumah oleh penderita hemofilia. Pasien
dilatih menyuntik obat sendiri.
Keuntungannya
:
a. Pengobatan
yang cepat
b. Menghemat
waktu
c. Tidak
menghambat dalam pekerjaan/sekolah
Ø Rawatan komprehensif
Tujuan
rawatan komprehensif adalah agar pasien hemofilia dapat hidup layak dan berguna
untuk masyarakat. Tim rawatan komprehensif sebaiknya terdiri dari :
a. Dokter
ahli kesehatan anak
b. Dokter
ahli penyakit dalam
c. Dokter
ahli penyakit darah
d. Dokter
ahli ortopedi, ahli fisioterapi
e. Dokter
gigi
f. Perawat,
pekerja sosial
g. Konselor
untuk rehabilitasi pekerjaan
h. Konselor
untuk bidang genetik
Minimal
tim terdiri dari :
Dokter
ahli penyakit darah, perawat, ahli fisioterapi dan pekerja sosial.
Ø Pemberian obat pada
pasien hemofilia
a.
Obat
analgesik sering diperlukan oleh pasien hemofilia
misalnya karena hemartros.
·
Boleh diberikan :
paracetamol, codein, talwin (oral)
·
Jangan berikan injeksi
intra muskular
·
Tidak boleh diberikan :
aspirin, obat-obat lain yang mengandung aspirin seperti APC
b.
Obat
antibiotik : tetracyclin dan vancomycin jangan
diberikan karena dapat menurunkan kadar faktor VIII : C. Pemberian penicillin G
secara sistematik dapat ismenyebabkan timbulnya antikoagulan yang menghambat
aktivitas faktor VIII
c.
Obat
antifibrinolitik terbukti ada faedahnya membantu menghentikan
perdarahan-perdarahan dari selaput lendir mulut dan penabutan gigi, misalnya
EACA.
Dosis
yang diberikan :
EACA
200 mg/kg BB. Disusul dengan 100 mg tiap 4-6 jam
EACA
dapat diberikan 1 hari sebelum ekstraksi gigi dan dosis tersebut di atas diteruskan selama 7-10 hari.
Tranexamic acid
(10 x lebih kuat dari EACA) dapat juga diberikan sebelum ekstraksi gigi.
Dosis
pertama 1g.iv. dan 1g tiap 6 jam selama
7-10 hari. Anak-anak diberikan ½ dosis tersebut. Hematuria merupakan kontra
indikasi penggunaan EACA dan Tranexamic acid. Di Indonesia terdapat di pasaran
: Transamin.
1
ampul Transamin berisi 250 mg trans – 4 – aminomethyl cyclo hexane carboxylic
acid.
Obat
ini dacpat diberikan dengan injeksi intravena atau secara oral dalam bentuk
kapsul (250 mg).
Prednison 2
mg/kg BB/hari dapat membantu pengobatan hematuria. Diberikan selama 2 hari dan
kemudian tapering off dalam 3 hari. Pengobatan prednison pada hematuria pada saat ini disangsikan
kegunaannya.
Ø Pemeriksaan
laboratorium pada hemofilia A
aPTT
( activated Partial Tromboplastin Time) = memanjang
Masa
protrombin = normal
Tromboplastin
generation = abnormal
Konsumsi
protrombin = abnormal
Masa
bekuan bisa normal bila kadar faktor VIII ≥ 5%. Masa reklasifikasi dalam hal
ini lebih sensitif dan bisa abnormal pada kadar faktor VIII di bawah 20-25%.
Bekuan darah tidak terbentuk sempurna dan mudah pecah.
Ø Test Campuran
aPTT
menjadi normal setelah tambahan plasma normal yang telah diabsorpsi (BaSO₄)
aPTT
tidak menjadi normal setelah tambahan plasma lama atau plasma pasien hemofilia
A.
Ø Interpretasi hasil
pemeriksaan aPTT
Bila
masa protrombin memberi hasil normal dan aPTT memanjang memberi kesan adanya
defisiensi (≤ 25%) dari aktivitas satu atau lebih dari satu faktor koagulasi
plasma untuk jalur intrinsik.
Dengan
demikian jelaslah bahwa defisiensi
ringan seperti pada hemofilia A yang ringan tak dapat dideteksi dangan
aPTT.
Bila
aPTT pada pasien dengan perdarahan yang berulang-ulang lebih dari 34 detik
perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif terhadap faktor VIII, IX, XII dan
perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap inhibitor yang bersirkulasi.
Varian hemofilia A
Hemofilia
A⁺
mengandung Cross-Reacting Material (CRM). Antibodi mengikat low molecular
weight faktor VIII kompleks, kira-kira 10% dari kasus-kasus, merupakan
hemofilia A⁺.
Hemofilia
A⁻
tidak mengandung CRM. Sebagian besar hemofilia adalah A⁻.
2. Hemofila
B
·
Christmas Disease;
karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas
asal Kanada. Hemofilia B merupakan 12-15% kasus hemofilia.
·
Hemofilia
kekurangan Faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Faktor IX) protein
pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Ø Hasil pemeriksaan
laboratorium menyerupai hemofilia kecuali :
Defek
koagulasi dapat dikoreksi oleh plasma normal yang sudah disimpan lama dan tidak
dapat dikoreksi oleh plasma normal yang diabsorpsi.
Perbedaan
antara diagnosa hemofilia A dan B adalah penting mengingat defeknya faktor
plasma pada kedua penyakit tersebut berbeda dan dengan sendirinya pengobatan
yang berbeda.
Ø Tata pelaksanaan
Secara
garis besar sama dengan hemofilia A. Komponen darah yang diberikan : F IX
konsentrat pada plasma beku segar : 10-20 U/kg/BB. F IX konsentrat komersial :
KONYNE (CUTTER) 500 U per vial.
Waktu
paro F IX : C ahalah 15 jam.
Recovery
F IX : C hanya sekitar 60%.
Ø Varian hemofilia B
Hemofilia
B⁻ = tidak bereaksi terhadap human
antibody, Cross Reacting Material (CRM⁻).
Hemofilia
B⁺
= ada Cross Reacting Material (CRM⁺)
terhadap human antibody
Varian
lain = (M.Leyden, PIVKA-like, dan sebagainya)
H.
Penatalaksanaan
medis
Penatalakasanaan hemophilia terdiri atas pemberian
factor VIII atau IX untuk profilaktik atau untuk mengatasi episode
perdarahan.Pemberian profilaktik dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu
minggu untuk mempertahankan kadar factor VIII atau IX.Jumlah yang diberikan
bergantung pada kadar plasma factor yang kurang yang diperlukan untuk mengatasi
episode perdarahan spesifik, dan jumlahnya harus cukup agar dapat
didistribusikan keseluruh tubuh dan pembersihan plasma. Dosis beragam mulai
dari 20 U/kg sampai lebih dari 100 U/kg yang diberikan secara infuse intravena
kontinu. Metode lain yang digunakan untuk mengatasi episode perdarahan adalah
infuse plasma beku segar dan kriopresipitat (factor VIII). Desmopresin (DDAVP)
juga digunakan untuk meningkatkan kadar plasma factor VIII dan dapat digunakan
ubtuk penanganan nontransfusi pada individu yang mengalami hemophilia ringan
sampai sedang. Sebelum memamasukkanaksinasi hepatitis dan prosedur inaktivasi
viral, infeksi hepatitis A,B, dan C merupakan komplikasi serius yang berkaitan
dengan pengobatan.Faktor derivate plasma
sekarang lebih aman digunakan dan produk rekombinan digunakan dalam menagani
sekitar 60%individu yang menagalami hemophilia berat di Amerika Serikat. Pusat
pengobatan hemophilia federal nasional yang beranggotakan tim multidisipliner
yabg terdiri atas ahli hematologi, spesialis ortopedi, dokter gigi, perawat,
pekerja social, dan ahli terapi fisik memberikan perawatan yang komprehensif
dan interdisipliner kepada individu dan keluarganya.
- Terapi
Suportif
- Melakukan
pencegahan baik menghindari luka/benturan
- Merencanakan
suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%.
- Untuk
mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan.
- Kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses
inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut
hemartrosis. Pemberian Prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari dapat
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien
hemofilia.
- Analgetika.
Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi
trombosit (harus dihindari pemakaian Aspirin dan antikoagulan).
- Rehabilitasi
medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan holistik
dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi, maupun psikososial dan
edukasi. Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi: latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis,
terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
·
Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk
menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat
melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan
faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
·
Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka
atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
- Antifibrinolitik
Antifibrinolitik (Asam traneksamat)
dapat digunakan bersamaan dengan terapi pengganti untuk menstabilisasikan
bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Hal ini ternyata
sangat membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama
pada kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak
mengandung enzim fibrinolitik. Epsilon aminocarproic acid (EACA) dapat
diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kgBB, diikuti
100 mg/kgBB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam traneksamat
diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB (maksimum 1,5 g) secara oral, atau 10 mg/kgBB
(maksimum 1 g) secara intravena setiap 8 jam.asam traneksamat juga dapat
dilarutkan 10% bagian dengan cara parenteral, terutama salin normal.
- Terapi
Gen
Penelitian terapi gen dengan
menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan adeno-associated virus memberikan
harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang intensif dilakukan
penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen
antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relatif lebih sulit dibandingkan
gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar; namun akhir tahun 1998 para ahli
berhasil melakukan pemindahan plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke
fibroblas.
- Terapi
Profilaksis
Pengobatan profilaksis teratur
dengan faktor VIII sebagai usaha untuk mencegah terjadinya episode perdarahan.
Profilaksis yang dimulai sebelum usia 3 tahun yang ditujukan untuk
mempertahankan kadar faktor VIII atau faktor IX di atas 1% telah
direkomendasikan di AS.
Penderita hemofilia dianjurkan untuk
menjalani perawatan gigi yang teratur. Anak-anak penderita hemofilia dan orang
tua mereka sering kali memerlukan bantuan ekstensif dalan masalah sosial dan
psikologis. Dengan pengobatan modern, gaya hidup seorang anak penderita
hemofilia dapat menjadi hampir normal, tetapi penderita harus menghindari
aktivitas tertentu seperti olahraga dengan kontak tubuh.
I. Penyulit Pengobatan
1. Inhibitor
Faktor Pembekuan
Penyulit yang berpotensi mengancam
kehidupan pasien hemofilia adalah terbentuknya antibodi (inhibitor) poliklonal
terhadap F VIII atau F IX yang ditemukan pada 5-10% pasien. Antibodi ini akan
menghambat aktivitas faktor pembekuan, sehingga pemberian terapi pengganti
kurang efektif atau bahkan tidak efektif sama sekali, sehingga harus diberikan
dosis yang sangat besar untuk mencapai peningkatan aktivitas faktor VIII dan IX
plasma yang bermakna. Mekanisme terbentuknya antibodi ini belum diketahui
secara menyeluruh, kemungkinan sensitisasi berulang akibat pemberian komponen
darah atau konsentrat faktor pembekuan, namun ternyata inhibitor ini dapat
ditemukan pada anak-anak hemofilia A yang hanya diberi faktor pembekuan
rekombinan atau bahkan pada mereka yang tidak pernah diterapi.
2. Penularan
Penyakit
Penularan pengakit melalui produk
darah cukup tinggi terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,
seperti hepatitis, malaria, HIV, HTLV-1, virus Epstein Barr, HHV6,
Cytomegalovirus, Parvovirus B 19, penyakit Chagas, penyakit Lyme, dan penyakit
Creutzfeld-Jacob.
3. Reaksi
Alergi
J.
Komplikasi
Komplikasi terpenting yang timbul
pada hemofilia A dan B adalah :
1. Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor
terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor
IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan
berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan
berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat
disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara
normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi
yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak
perdarahan makin besar kerusakan.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat
faktor pada waktu sebelumnya.
Komplikasi
yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra
artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi
secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi.
Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis
kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti.
Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan
siku.
Perdarahan yang berkepanjangan
akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan
dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai
dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi,
operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari
yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom.
Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal.
K.
Pencegahan
Belum banyak yang dapat dilakukan
dalam program pencegahan penurunan secara genetik dari hemofilia ini baik di
Indonesia maupun di luar negeri, dua hal yang perlu dipikirkan saat ini dan
bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita
hemofilia yaitu:
1. Menentukan apakah seorang wanita
sebagai carier hemofilia atau tidak, dengan pemeriksaan DNA probe untuk
menentukan kemungkinan adanya mutasi pada kromosom X, cara ini yang paling
baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara ini kurang akurat yaitu:
· Seorang wanita diduga carier bila dia merupakan anak
perempuan dari seorang laki-laki penderita hemofilia,
·
Bila dia merupakan ibu dari seorang anak laki-lakinya
penderita hemofilia,
·
Wanita dimana saudara laki-lakinya penderita hemofilia atau
dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia,
1. Antenatal diagnosis hemofilia yaitu
dengan menentukan langsung F VIII dan F IX sampel darah yang diambil dari vena
tali pusat bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16-20 minggu.
Pemeriksaan seorang carier hemofilia
dengan pemeriksaan DNA probe dan diagnosis antenatal hemofilia sampai
saat ini masih belum dapat dilakukan di Indonesia.