Minggu, 30 Desember 2012

Ilmu Kesehatan Anak ~ Hemofilia

TUGAS ILMU KESEHATAN ANAK
KONSEP DASAR HEMOFILIA

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Norlena HD., S.ST., M.Pd




Oleh :
§  Rini Wahyuni               PO7124111078
§  Rini Widya Astuti        PO7124111079



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN DIII KEBIDANAN
TAHUN 2011/2012
KONSEP DASAR
Hemophilia
A.    Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia merupakan penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B).
Jadi, Hemofilia adalah suatu kelainan herediter (keturunan) dengan tidak adanya mekanisme pembekuan darah, sehingga pasien dapat mengalami perdarahan yang parah sesudah luka yang sangat kecil. Kelainan ini diturunkan melalui wanita, yang merupakan pembawa, kepada keturunan pria berikutnya, yang merupakan penderita hemofilia. (Pearce, Evelyn C. 2009).
Perbedaan Proses Pembekuan Darah antara Orang Normal dengan Penderita Hemofilia
a.       Proses Pembekuan Darah pada Orang Normal
1)      Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2)      Pembuluh darah mengerut/mengecil.
3)      Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
4)      Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang-benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
b.      Proses Pembekuan Darah pada Penderita Hemofilia
1)      Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
2)      Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
3)      Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
4)      Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
B.     Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang bertanggung jawab terhadap produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen tersebut berlokasi di kromosom X. Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan menderita hemofilia. Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika pada salah satu kromosom X, yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya.
C.    Patofisiologi
Hemophilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak kekurangan factor pembekuan VIII (hemophilia A) atau factor IX (hemophilia B atau penyakit cristmas). Penyakit congenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait –X dari pihak ibu. Factor VIII dan factor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah; factor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cedera vascular. Hemophilia berat terjadi bila konsentrasi factor VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemophilia sedang terjadi bila konsentrasi plasma antara !% dan 5%. Pada hemophilia ringan (perdarahan hebat terjadi hanya setelah terjadi  trauma mayor dan pembedahan), konsentrasi plasma antara 6% dan 50% dari kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan keparahan  defisiensi factor VIII dan IX. Hemophilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relative ringan (20 sampai 30 episode pertahun). Tempat perdarahan paling sering adalah pada persendian, otot, dan jaringan lunak. Sendi yang paling sering terkena adalah lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan panggul otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Perdarahan pada sendi atau otot dapat mengakibatkan nyeri, keterbatasan mobilitas, perlunya terapi fisik berkelanjutan, dan beberapa derajat gangguan fungsi. Episode perdarahan yang mengancam hidup dapat terjadi pada otak, saluran gastrointestinal, dan leher serta tenggorokan. Karena kemajuan dalam bidang pengobatan, hamper semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal. Data permulaan dari terapi gen eksperimental telah memberi harapan.
D.    Insidens
1.      Insidens hemofhilia  adalah 1 per 7.500 kelahiran bayi laki laki.
2.      Insidens hemophilia A adalah 20,6 dalam 100.000.
3.      Insidens hemophilia B adalah 5,3 dalam 100.000.
4.      25.000 laki-laki menderita hemophilia berat.
5.      Riwayat keluarga dari dua per tiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaan resesif terkait-X.
6.      Sekitar 30% kasus merupakan hasil mutasi baru.
7.      Perdarahan system saraf pusat terjadi pada 3% anak-anak yang menderita hemophilia.
8.      Perdarahan spontan dan pendarahan intracranial pascatrauma berhubungan dengan 34% angka mortalis dan 50% angka morbiditas jangka panjang.
9.      Sepuluh persen individu dengen hemophilia A dan hemophilia B membentuk antibody IgG yang menghambat aktivitas factor VII dan IX.
10.  Hemofilia merupakan satu dari delapan penyakit termahal untuk diobati.
11.  Delapan puluh persen individu dengan hemophilia di Negara berkembang tidak mendapatkan pengobatan.
12.  Berdasarkan data terakhir dari Yayasan Hemofilia Indonesia (HMHI) Pusat jumlah penderita hemofilia yang sudah teregistrasi sampai Juli 2005 sebanyak 895 penderita yang tersebar di 21 provinsi dari 30 provinsi, berarti ada 9 provinsi yang belum membuat data registrasi kemungkinan adanya penderita hemofilia di daerahnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 217.854.000 populasi (BPS Indonesia, 2004), secara nasional prevalensi hemofilia hanya mencapai ± 4,1/1 juta populasi, angka ini sangat kecil dibandingkan prediksi secara epidemiologi seharusnya di Indonesia penderita hemofilia ± 21.000 orang.
E.     Manifestasi klinis
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinik tersebut tergantung pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom subkutan/intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).
Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru, karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan voluntar maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar, khususnya pada otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan nafas dapat mengancam kehidupan.
Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.
Ø  Masa bayi (untuk diagnosis )
1.      perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisi
2.      ekomosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur 3 sampai  4 bulan )
3.      hematoma besar setelah infeksi
4.      perdarahan dari mukosa mulut
5.      perdarahan jaringan lunak
Ø Episode perdarahan (sepanjang rentang hidup)
1.    Gejala awal-nyeri
2.    Setelah nyeri –bengkak,hangat,dan penurunan mobilitas
Ø  Sekuele jangka panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresi saraf dan fibrosis otot.
F.     Uji laboratorium dan diagnostic
1.      Uji penapisan/ skrining untuk koagulasi darah
a.       Hitung trombosit  ̶̶  normal pada hemophilia ringan sampai sedang
b.      Masa protrombin (PT) ̶  normal pada hemophilia ringan sampai sedang
c.       Masa tromboplastin parsial (PT) ̶  normal pada hemophilia ringan sampai sedang;memanjang pada pengukuran hemophilia cukup berat secara adekuat dalam aliran koagulasi intrinsic.
d.      Masa perdarahan ̶  normal pada hemophilia ringan sampai sedang; mangkaji pembentukan sumbatan trombosit dalam kapiler.
e.       Analisis fungsional terhadap factor VIII dan IX ̶  memastikan diagnosis.
f.       Masa pembekuan thrombin normal pada hemophilia ringan sampai sedang.
2.      Biopsi hati (kadang-kadang) ̶  digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur
3.      Uji fungsi hati (kadang-kadang) ̶  digunakan untuk nendeteksi adanya penyakit hati (mis.,serum glutamic-pyruvic transaminase [SGPT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], alkalin fosfatasebilirubin)
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat keluarga, riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Hemofilia dicurigai pada pasien dengan adanya riwayat :
  • Mudah berdarah pada usia kanak-kanak awal
  • Perdarahan spontan (umumnya pada sendi-sendi dan jaringan lunak)
  • Perdarahan masif setelah trauma atau tindakan bedah

G.    Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat; sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut, siku, dll).
1.      Hemofilia klasik/A (faktor VIII : C)
Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :
      Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. Sekitar 80% kasus hemofilia adalah hemofilia A.
      Hemofilia kekurangan Faktor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Faktor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

Ø  Gejala Klinik
Perdarahan-perdarahan spontan seperti hemartros, hematoma pda otot dan jaringan subcutan, hematuria. Perdarahan yang lama berhenti pada luka, kulit atau selaput lendir dan luka operasi (sunat, ekstraksi gigig dan lain-lain). Epitaxis dan perdarahan gastrointestinal adalah jarang. Perdarahan dalam jaringan otak walaupun jarang sering kali menyebabkan kematian. Perdarahan di kerongkongan, daerah sublingual dan mediastinum dapat menyebabkan kematian karena asfiksia. Beratnya perdarahan berhubungan terbalik dengan kadar faktor VIII dalam plasma.
Ø  Diagnosis Klinik
Gejala-gejala perdarahan yang berat atau sedang seperti tersebut di atas dapat dengan mudah mengarahkan pikiran ke diagnosa hemofilia. Bila gejala-gejala perdarahan hanya minimal dan jarang maka seringkali penentuan diagnosa hemofilia terlambat dipikirkan.

Ø  Pengobatan
Penanggulangan defisiensi faktor VIII : C
·      Kriopresipitat
·      Faktor VIII konsentrat (komersial). Waktu paro faktor VIII adalah 10-12 jam
·      Plasma
·      Darah lengkap (whole blood), bila tidak ada pilihan lain.
Pedoman pemberian jumlah faktor VIII
Beratnya penyakit
Unit (U) yang diperlukan per kg berat badan (BB)
Pemberian
Ringan (5-25%)
atau
Sub-hemofilia 25-50% perdarahan spontan
10 U
Dosis tunggal
Sedang (1-5%)
Hemartos ada trauma
20-25 U
Bila perlu diulang 12-14 jam kemudian
Berat (<1%)
Perdarahan besar
40-50 U
Tiap 12 jam hingga perdarahan berhenti atau luka sembuh

Di Medan sejak beberapa tahun telah digunakan kriopresipitat buatan sendiri, sekitar 112 unit per bag. Faktor VIII konsentrat, komersial (KOATE buatan CUTTER) berisi 250 U/vial 10 ml.

Ø  Pengobatan profilaktik
Kadang-kadang diberikan untuk jangka pendek pada kasus-kasus dengan resiko tinggi disertai perdarahan spontan yang sering berulang-ulang untuk menghentikan siklus perdarahan. Dalam hal ini diberikan 50 U/kg berat badan tiap 2 hari.

Ø  Pengobatan di rumah
Di negara industri maju pemberian faktor VIII : C dapat dilakukan sendiri di rumah oleh penderita hemofilia. Pasien dilatih menyuntik obat sendiri.
Keuntungannya :
a.    Pengobatan yang cepat
b.   Menghemat waktu
c.    Tidak menghambat dalam pekerjaan/sekolah

Ø  Rawatan komprehensif
Tujuan rawatan komprehensif adalah agar pasien hemofilia dapat hidup layak dan berguna untuk masyarakat. Tim rawatan komprehensif sebaiknya terdiri dari :
a.    Dokter ahli kesehatan anak
b.   Dokter ahli penyakit dalam
c.    Dokter ahli penyakit darah
d.   Dokter ahli ortopedi, ahli fisioterapi
e.    Dokter gigi
f.    Perawat, pekerja sosial
g.   Konselor untuk rehabilitasi pekerjaan
h.   Konselor untuk bidang genetik
Minimal tim terdiri dari :
Dokter ahli penyakit darah, perawat, ahli fisioterapi dan pekerja sosial.

Ø  Pemberian obat pada pasien hemofilia
a.    Obat analgesik sering diperlukan oleh pasien hemofilia misalnya karena hemartros.
·      Boleh diberikan : paracetamol, codein, talwin (oral)
·      Jangan berikan injeksi intra muskular
·      Tidak boleh diberikan : aspirin, obat-obat lain yang mengandung aspirin seperti APC
b.   Obat antibiotik : tetracyclin dan vancomycin jangan diberikan karena dapat menurunkan kadar faktor VIII : C. Pemberian penicillin G secara sistematik dapat ismenyebabkan timbulnya antikoagulan yang menghambat aktivitas faktor VIII
c.    Obat antifibrinolitik terbukti  ada faedahnya membantu menghentikan perdarahan-perdarahan dari selaput lendir mulut dan penabutan gigi, misalnya EACA.
Dosis yang diberikan :
EACA 200 mg/kg BB. Disusul dengan 100 mg tiap 4-6 jam
EACA dapat diberikan 1 hari sebelum ekstraksi gigi dan dosis tersebut di atas  diteruskan selama 7-10 hari.
Tranexamic acid (10 x lebih kuat dari EACA) dapat juga diberikan sebelum ekstraksi gigi.
Dosis pertama 1g.iv. dan 1g tiap 6  jam selama 7-10 hari. Anak-anak diberikan ½ dosis tersebut. Hematuria merupakan kontra indikasi penggunaan EACA dan Tranexamic acid. Di Indonesia terdapat di pasaran : Transamin.
1 ampul Transamin berisi 250 mg trans – 4 – aminomethyl cyclo hexane carboxylic acid.
Obat ini dacpat diberikan dengan injeksi intravena atau secara oral dalam bentuk kapsul (250 mg).
Prednison 2 mg/kg BB/hari dapat membantu pengobatan hematuria. Diberikan selama 2 hari dan kemudian tapering off dalam 3 hari. Pengobatan prednison pada  hematuria pada saat ini disangsikan kegunaannya.

Ø  Pemeriksaan laboratorium pada hemofilia A
aPTT ( activated Partial Tromboplastin Time) = memanjang
Masa protrombin = normal
Tromboplastin generation = abnormal
Konsumsi protrombin = abnormal
Masa bekuan bisa normal bila kadar faktor VIII ≥ 5%. Masa reklasifikasi dalam hal ini lebih sensitif dan bisa abnormal pada kadar faktor VIII di bawah 20-25%. Bekuan darah tidak terbentuk sempurna dan mudah pecah.

Ø  Test Campuran
aPTT menjadi normal setelah tambahan plasma normal yang telah diabsorpsi (BaSO)
aPTT tidak menjadi normal setelah tambahan plasma lama atau plasma pasien hemofilia A.

Ø  Interpretasi hasil pemeriksaan aPTT
Bila masa protrombin memberi hasil normal dan aPTT memanjang memberi kesan adanya defisiensi (≤ 25%) dari aktivitas satu atau lebih dari satu faktor koagulasi plasma untuk jalur intrinsik.
Dengan demikian jelaslah bahwa defisiensi  ringan seperti pada hemofilia A yang ringan tak dapat dideteksi dangan aPTT.
Bila aPTT pada pasien dengan perdarahan yang berulang-ulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif terhadap faktor VIII, IX, XII dan perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap inhibitor yang bersirkulasi.
Varian hemofilia A
Hemofilia A mengandung Cross-Reacting Material (CRM). Antibodi mengikat low molecular weight faktor VIII kompleks, kira-kira 10% dari kasus-kasus, merupakan hemofilia A.
Hemofilia A tidak mengandung CRM. Sebagian besar hemofilia adalah A.

2.      Hemofila B
·   Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada. Hemofilia B merupakan 12-15% kasus hemofilia.
·   Hemofilia kekurangan Faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Faktor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

Ø  Hasil pemeriksaan laboratorium menyerupai hemofilia kecuali :
Defek koagulasi dapat dikoreksi oleh plasma normal yang sudah disimpan lama dan tidak dapat dikoreksi oleh plasma normal yang diabsorpsi.
Perbedaan antara diagnosa hemofilia A dan B adalah penting mengingat defeknya faktor plasma pada kedua penyakit tersebut berbeda dan dengan sendirinya pengobatan yang berbeda.

Ø  Tata pelaksanaan
Secara garis besar sama dengan hemofilia A. Komponen darah yang diberikan : F IX konsentrat pada plasma beku segar : 10-20 U/kg/BB. F IX konsentrat komersial : KONYNE (CUTTER) 500 U per vial.
Waktu paro F IX : C ahalah 15 jam.
Recovery F IX : C hanya sekitar 60%.

Ø  Varian hemofilia B
Hemofilia B         = tidak bereaksi terhadap human antibody, Cross Reacting Material (CRM).
Hemofilia B         = ada Cross Reacting Material (CRM) terhadap human   antibody
Varian lain            = (M.Leyden, PIVKA-like, dan sebagainya)

H.    Penatalaksanaan medis
Penatalakasanaan hemophilia terdiri atas pemberian factor VIII atau IX untuk profilaktik atau untuk mengatasi episode perdarahan.Pemberian profilaktik dilakukan dua sampai tiga kali dalam satu minggu untuk mempertahankan kadar factor VIII atau IX.Jumlah yang diberikan bergantung pada kadar plasma factor yang kurang yang diperlukan untuk mengatasi episode perdarahan spesifik, dan jumlahnya harus cukup agar dapat didistribusikan keseluruh tubuh dan pembersihan plasma. Dosis beragam mulai dari 20 U/kg sampai lebih dari 100 U/kg yang diberikan secara infuse intravena kontinu. Metode lain yang digunakan untuk mengatasi episode perdarahan adalah infuse plasma beku segar dan kriopresipitat (factor VIII). Desmopresin (DDAVP) juga digunakan untuk meningkatkan kadar plasma factor VIII dan dapat digunakan ubtuk penanganan nontransfusi pada individu yang mengalami hemophilia ringan sampai sedang. Sebelum memamasukkanaksinasi hepatitis dan prosedur inaktivasi viral, infeksi hepatitis A,B, dan C merupakan komplikasi serius yang berkaitan dengan pengobatan.Faktor  derivate plasma sekarang lebih aman digunakan dan produk rekombinan digunakan dalam menagani sekitar 60%individu yang menagalami hemophilia berat di Amerika Serikat. Pusat pengobatan hemophilia federal nasional yang beranggotakan tim multidisipliner yabg terdiri atas ahli hematologi, spesialis ortopedi, dokter gigi, perawat, pekerja social, dan ahli terapi fisik memberikan perawatan yang komprehensif dan interdisipliner kepada individu dan keluarganya.
  1. Terapi Suportif
  • Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan
  • Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%.
  • Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
  • Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian Prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
  • Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian Aspirin dan antikoagulan).
  • Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi, maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
2.      Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
·         Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
·         Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
  1. Antifibrinolitik
Antifibrinolitik (Asam traneksamat) dapat digunakan bersamaan dengan terapi pengganti untuk menstabilisasikan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Hal ini ternyata sangat membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim fibrinolitik. Epsilon aminocarproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200 mg/kgBB, diikuti 100 mg/kgBB setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB (maksimum 1,5 g) secara oral, atau 10 mg/kgBB (maksimum 1 g) secara intravena setiap 8 jam.asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10% bagian dengan cara parenteral, terutama salin normal.
  1. Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan adeno-associated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relatif lebih sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar; namun akhir tahun 1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.
  1. Terapi Profilaksis
Pengobatan profilaksis teratur dengan faktor VIII sebagai usaha untuk mencegah terjadinya episode perdarahan. Profilaksis yang dimulai sebelum usia 3 tahun yang ditujukan untuk mempertahankan kadar faktor VIII atau faktor IX di atas 1% telah direkomendasikan di AS.
Penderita hemofilia dianjurkan untuk menjalani perawatan gigi yang teratur. Anak-anak penderita hemofilia dan orang tua mereka sering kali memerlukan bantuan ekstensif dalan masalah sosial dan psikologis. Dengan pengobatan modern, gaya hidup seorang anak penderita hemofilia dapat menjadi hampir normal, tetapi penderita harus menghindari aktivitas tertentu seperti olahraga dengan kontak tubuh.

I.       Penyulit Pengobatan
1.      Inhibitor Faktor Pembekuan
Penyulit yang berpotensi mengancam kehidupan pasien hemofilia adalah terbentuknya antibodi (inhibitor) poliklonal terhadap F VIII atau F IX yang ditemukan pada 5-10% pasien. Antibodi ini akan menghambat aktivitas faktor pembekuan, sehingga pemberian terapi pengganti kurang efektif atau bahkan tidak efektif sama sekali, sehingga harus diberikan dosis yang sangat besar untuk mencapai peningkatan aktivitas faktor VIII dan IX plasma yang bermakna. Mekanisme terbentuknya antibodi ini belum diketahui secara menyeluruh, kemungkinan sensitisasi berulang akibat pemberian komponen darah atau konsentrat faktor pembekuan, namun ternyata inhibitor ini dapat ditemukan pada anak-anak hemofilia A yang hanya diberi faktor pembekuan rekombinan atau bahkan pada mereka yang tidak pernah diterapi.
2.      Penularan Penyakit
Penularan pengakit melalui produk darah cukup tinggi terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, seperti hepatitis, malaria, HIV, HTLV-1, virus Epstein Barr, HHV6, Cytomegalovirus, Parvovirus B 19, penyakit Chagas, penyakit Lyme, dan penyakit Creutzfeld-Jacob.
3.      Reaksi Alergi

J.      Komplikasi
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah :
1.      Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
2.      Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan.
3.      Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan siku.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi, operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal.

K.    Pencegahan
Belum banyak yang dapat dilakukan dalam program pencegahan penurunan secara genetik dari hemofilia ini baik di Indonesia maupun di luar negeri, dua hal yang perlu dipikirkan saat ini dan bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita hemofilia yaitu:
1.      Menentukan apakah seorang wanita sebagai carier hemofilia atau tidak, dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada kromosom X, cara ini yang paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara ini kurang akurat yaitu:
·     Seorang wanita diduga carier bila dia merupakan anak perempuan dari seorang laki-laki penderita hemofilia,
·         Bila dia merupakan ibu dari seorang anak laki-lakinya penderita hemofilia,
·         Wanita dimana saudara laki-lakinya penderita hemofilia atau dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia,
1.      Antenatal diagnosis hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F VIII dan F IX sampel darah yang diambil dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16-20 minggu.
Pemeriksaan seorang carier hemofilia dengan pemeriksaan DNA probe dan diagnosis antenatal hemofilia sampai saat ini masih belum dapat dilakukan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Dr.E.N. Kosasih.1982.Capita Selecta Hematologi Klinik.Bandung : Penerbit Alumni
2.      Cecily Lynn Betz & Linda A.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
3.      Hemofilia « freddypanjaitan.htm 
4.      Hemofilia Indonesia.htm




Tidak ada komentar:

Posting Komentar